Cherreads

Chapter 5 - Chapter 5

Debu jalanan, campuran menjijikkan dari tanah merah yang hancur, kotoran kuda yang mengering, dan serpihan sampah yang tak terhitung jumlahnya, menempel erat pada pakaian sederhana Wu Yan. Pakaian itu, meskipun telah dicuci berkali-kali di sungai jernih dekat desanya, tetap saja tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa ia berasal dari pedesaan, seorang anak desa yang baru saja memasuki dunia yang jauh lebih besar dan lebih kompleks. Di depan gerbang Kota Zhao Heng, kontras antara dirinya dan para pedagang kaya yang lewat dengan kereta kuda berornamen rumit, para bangsawan yang dihiasi dengan sutra berkilauan, atau para kultivator muda yang mengenakan jubah yang memancarkan aura kekuatan yang halus, sangat mencolok. Gerbang kota itu sendiri adalah bukti kekuatan Kekaisaran Zhao Heng, terbuat dari batu granit putih yang dipahat dengan relief adegan pertempuran legendaris, makhluk mitos yang menakutkan, dan simbol-simbol kuno yang berdenyut dengan energi yang tak terlihat. Para prajurit yang berjaga, dengan baju zirah mengkilap yang dipoles hingga berkilau seperti cermin, dan tombak baja yang panjang yang tampak seperti bisa menembus baja terkeras, tampak seperti patung hidup, tatapan mereka menyapu setiap orang yang lewat dengan kewaspadaan yang terlatih, mencari tanda-tanda gangguan atau bahaya.

Wu Yan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan kegugupan yang tiba-tiba menyerangnya seperti gelombang dingin. Udara di sini terasa berbeda dari udara segar pegunungan yang telah menjadi bagian dari dirinya selama delapan tahun terakhir. Di sini, udara berdenyut dengan energi yang hampir bisa dirasakannya di kulitnya, sebuah sensasi yang menggelitik dan memabukkan yang membuatnya merasa hidup dan waspada. Energi itu bercampur dengan aroma ratusan masakan yang berbeda, dari rempah-rempah eksotis yang dibawa dari tanah yang jauh hingga daging panggang sederhana yang dijual oleh pedagang kaki lima, parfum mahal dari para bangsawan yang lewat dengan kereta kuda mereka, dan bau keringat serta debu dari para pekerja keras yang bergegas untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Ini adalah aroma peradaban, aroma ambisi dan kekuasaan, dan itu membuatnya merasa kecil dan tidak penting, tetapi juga penuh dengan harapan dan potensi.

Dia melangkah melewati gerbang, mengikuti arus orang yang masuk ke kota seperti sungai yang tak pernah berhenti. Suara-suara itu langsung menyerangnya, membanjiri indranya dengan simfoni yang kacau namun menawan: teriakan para pedagang yang menjajakan barang dagangan mereka dengan suara keras dan penuh warna, tawa anak-anak yang bermain di jalanan, tidak menyadari kerasnya dunia di sekitar mereka, dentuman roda kereta di atas batu paving yang sudah aus, menciptakan ritme yang konstan dan berulang, dan gumaman percakapan yang tak terhitung jumlahnya dalam bahasa yang berbeda, beberapa di antaranya dia kenali, yang lain terdengar asing dan eksotis. Pemandangan itu sama membanjirinya, sebuah kaleidoskop warna, bentuk, dan gerakan yang membuatnya merasa pusing dan terpesona: bangunan-bangunan tinggi yang berdesakan di sepanjang jalan, dihiasi dengan spanduk berwarna-warni yang mengiklankan berbagai macam barang dan jasa, dan lentera yang berkedip-kedip yang memberikan cahaya hangat dan mengundang, toko-toko yang memajang berbagai macam barang dagangan yang belum pernah dilihatnya sebelumnya, dari senjata dan baju besi yang dibuat dengan logam dan teknik yang aneh hingga ramuan dan jimat yang memancarkan energi magis yang halus, dan artefak kuno yang tampak seperti berasal dari dunia lain, memicu imajinasinya dan membuatnya bertanya-tanya tentang sejarah dan misteri yang tersembunyi di balik permukaannya, dan orang-orang dari segala bentuk dan ukuran, mengenakan pakaian dari seluruh penjuru kekaisaran dan sekitarnya, masing-masing dengan cerita mereka sendiri, impian mereka sendiri, dan rahasia mereka sendiri.

Kota Zhao Heng adalah labirin yang hidup, sebuah ekosistem kompleks di mana kekayaan, kekuasaan, dan kesempatan bertemu dan berbenturan, di mana impian dibuat dan dihancurkan, dan di mana takdir bisa berubah dalam sekejap mata. Wu Yan tahu bahwa dia harus berhati-hati, bahwa dia harus belajar dengan cepat jika dia ingin bertahan hidup dan mencapai tujuannya di tempat yang berbahaya dan menarik ini.

Dia mencari penginapan yang terjangkau, tempat yang tidak akan menguras dompetnya yang tipis dan membuatnya terdampar di jalanan. Dia bertanya kepada beberapa orang yang lewat, tetapi kebanyakan dari mereka mengabaikannya atau memberinya tatapan curiga. Akhirnya, dia bertemu dengan seorang wanita tua yang ramah yang sedang menjual bunga di sudut jalan. Wanita itu, setelah mendengar permintaannya, menunjuk ke sebuah penginapan kecil bernama "Angsa Tidur" di distrik timur kota, jauh dari pusat perdagangan yang mewah dan gemerlap. Penginapan itu tampak sederhana, tetapi bersih dan terawat dengan baik, dan pemiliknya, seorang wanita tua yang ramah bernama Nyonya Li, menawarkannya harga yang wajar untuk sebuah kamar kecil di lantai atas, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk jalanan.

"Selamat datang di Kota Zhao Heng, anak muda," kata Nyonya Li dengan senyum hangat yang mencapai matanya yang keriput. "Semoga kau menemukan keberuntungan di sini."

"Terima kasih, Nyonya Li," jawab Wu Yan, merasa sedikit lebih tenang setelah menemukan tempat untuk beristirahat dan mengisi ulang tenaganya.

Setelah meletakkan barang-barangnya di kamar, Wu Yan memutuskan untuk menjelajahi kota lebih jauh, ingin memuaskan rasa ingin tahunya dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan barunya. Dia berjalan-jalan di sepanjang jalan-jalan yang ramai, mengagumi arsitektur yang megah yang memadukan gaya kuno dan modern, dan mengamati orang-orang yang lewat, mencoba membaca ekspresi mereka dan memahami kehidupan mereka. Dia berhenti di pasar, di mana dia melihat berbagai macam barang dagangan yang belum pernah dilihatnya sebelumnya, yang membuatnya merasa seperti telah memasuki dunia yang sama sekali baru. Dia melihat senjata dan baju besi yang dibuat dengan logam dan teknik yang aneh, memancarkan aura kekuatan dan keahlian, ramuan dan jimat yang memancarkan energi magis yang halus, menjanjikan penyembuhan dan perlindungan, dan artefak kuno yang tampak seperti berasal dari dunia lain, memicu imajinasinya dan membuatnya bertanya-tanya tentang sejarah dan misteri yang tersembunyi di balik permukaannya.

Dia mendengar percakapan di antara para pedagang dan pelanggan, dan dia belajar banyak tentang kota, kekaisaran, dan dunia di sekitarnya. Dia mendengar tentang Akademi Roh Cahaya, sebuah institusi bergengsi yang melatih para kultivator muda yang paling berbakat di seluruh kekaisaran, mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin dan pembela masa depan. Dia mendengar tentang para guru yang legendaris, para siswa yang luar biasa, dan kekuatan yang luar biasa yang bisa diperoleh di sana, yang membuatnya semakin bertekad untuk mendaftar dan membuktikan dirinya layak.

"Akademi Roh Cahaya," gumamnya pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tidak terdengar di tengah kebisingan pasar. "Itu adalah tempat yang tepat untukku. Itu adalah tempat di mana aku bisa belajar, tumbuh, dan menjadi orang yang aku takdirkan."

Dia teringat akan kata-kata Lao Chen, tentang garis keturunan kuno yang mengalir dalam dirinya, tentang tanggung jawab yang harus dia pikul untuk melindungi dunia dari ancaman kegelapan yang selalu mengintai di balik bayang-bayang. Dia teringat akan malam berdarah, tentang orang tuanya yang mengorbankan diri untuk melindunginya, dan tentang janji yang dia buat untuk membalas dendam pada Xuyu Wansyi, Kaisar Naga Hitam yang kejam yang telah merenggut segalanya darinya.

"Aku harus menjadi lebih kuat," pikirnya, mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Aku harus menguasai kekuatanku dan menggunakan itu untuk kebaikan, untuk melindungi orang-orang yang tidak bisa melindungi diri mereka sendiri, dan untuk membawa keadilan bagi mereka yang telah dirugikan."

Dia memutuskan untuk mendaftar di Akademi Roh Cahaya, tanpa ragu sedikit pun. Dia tahu bahwa itu tidak akan mudah, bahwa dia akan menghadapi persaingan yang ketat, tantangan yang berbahaya, dan pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya. Tetapi dia juga tahu bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuannya, untuk memenuhi takdirnya, dan untuk menghormati ingatan orang tuanya.

Dia mulai mencari informasi tentang persyaratan pendaftaran dan proses seleksi akademi, bertekad untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin. Dia bertanya kepada orang-orang di jalanan, membaca pengumuman yang dipasang di dinding, dan mengunjungi perpustakaan kota yang besar dan mengesankan, mencari buku dan catatan tentang akademi, sejarahnya, kurikulumnya, dan para lulusannya yang terkenal.

Setelah beberapa hari mencari, dia akhirnya menemukan informasi yang dia butuhkan, yang membuatnya merasa lega dan bersemangat. Akademi Roh Cahaya mengadakan ujian masuk setiap tahun pada awal musim semi, musim di mana bunga-bunga bermekaran dan harapan memenuhi udara, dan siapa pun yang berusia di bawah delapan belas tahun dan memiliki potensi kultivasi dapat mendaftar, tanpa memandang latar belakang, kekayaan, atau status sosial. Ujian itu terdiri dari serangkaian tes fisik, mental, dan spiritual, yang dirancang untuk menguji kekuatan, kecepatan, daya tahan, kecerdasan, pengetahuan, dan bakat para pelamar, untuk memisahkan yang benar-benar berbakat dari yang hanya memiliki ambisi.

Wu Yan tahu bahwa dia memenuhi persyaratan usia, tetapi dia tidak yakin apakah dia memiliki potensi kultivasi yang cukup untuk lulus ujian yang ketat dan menuntut. Dia belum pernah menerima pelatihan formal dalam seni kultivasi, dan dia baru saja membuka Spirit Mind Weaver-nya beberapa waktu lalu, masih belum memahami sepenuhnya kekuatannya dan batasannya.

"Aku harus berlatih," pikirnya, tekadnya semakin kuat dengan setiap tantangan yang dia hadapi. "Aku harus meningkatkan kekuatanku, mempertajam keterampilanku, dan menguasai Spirit Mind Weaver-ku jika aku ingin memiliki kesempatan untuk masuk akademi dan membuktikan diriku layak."

Dia mulai berlatih setiap hari, bangun sebelum matahari terbit dan berlatih seni bela diri yang dia pelajari dari Lao Chen, menyempurnakan gerakannya dan meningkatkan kekuatannya. Dia bermeditasi selama berjam-jam, mencoba menenangkan pikirannya dan memperkuat energi spiritualnya, mencari koneksi yang lebih dalam dengan dunia di sekitarnya. Dan dia bereksperimen dengan Spirit Mind Weaver-nya, mencoba menciptakan berbagai macam objek dan efek, dan menemukan cara baru untuk menggunakannya dalam pertempuran dan dalam kehidupan sehari-hari.

More Chapters