Cherreads

Chapter 2 - Chapter 2:Jejak Pewaris Darah kuno

Hari-hari telah berlalu sejak tragedi malam berdarah. Malam itu telah menjadi batas antara dunia lama dan dunia baru—dunia yang lebih gelap, lebih sunyi, dan lebih mengancam.

Sejak malam itu, langit Tianlong nyaris tidak pernah benar-benar cerah. Seolah langit pun enggan menatap apa yang terjadi di tanah para naga.

Di seluruh wilayah Tianlong, asap kematian masih terasa meski api pembantaian telah lama padam. Banyak desa hanya menyisakan tiang runtuh, dinding gosong, dan kuburan yang ditandai seadanya oleh keluarga yang tersisa. Anak-anak tak lagi berani bernyanyi. Para ibu tidur dengan mata terbuka. Para ayah tak lagi bekerja di ladang—mereka berjaga, takut para pasukan hitam itu kembali.

Namun satu bayi, Wu Yan, selamat.

Dan takdirnya kini mengalir bersama air sungai panjang yang membawanya ke pelukan seorang lelaki misterius bernama Lao Chen.

Desa Pinggiran Kekaisaran ZhaoHeng

Desa kecil di perbatasan antara Kekaisaran Tianlong dan Kekaisaran Zhao Heng adalah tempat di mana kehidupan berjalan lambat, seolah dunia luar tidak ada. Di desa kecil itu, orang-orang hidup dari bertani, menangkap ikan, dan menjual hasil hutan. Tidak ada yang tahu mereka berada di wilayah yang kelak menjadi pusat badai dunia.

Lao Chen, pria tua yang menyendiri, menarik bayi itu dari sungai seperti menarik seutas harapan yang tersisa.

Ketika ia membawa bayi itu pulang, beberapa tetua desa menatapnya dengan curiga.

"Tuan Chen… kau membawa apa?" tanya mereka.

"Takdir," jawab Lao Chen singkat.

Ia tidak menjelaskan lebih jauh. Tidak ada yang berani menanyainya lagi. Sejak bertahun-tahun lalu, mereka tahu bahwa pria itu bukanlah petani biasa. Tenang, pendiam, tetapi saat bicara, semua terasa mantap seperti batu karang.

Di dalam gubuk sederhana miliknya, Lao Chen menatap gelang giok di tangan bayi. Jantungnya berdegup.

"Aku tak menyangka… simbol keluarga itu masih ada," gumamnya.

Ia tidak menyebut nama keluarga. Dan bahkan bila ia menyebutkannya, dunia tidak akan percaya bahwa garis keturunan itu masih bernafas.

Ia menatap bayi tersebut dalam-dalam.

"Aku berutang pada dunia ini… dan mungkin kau adalah jalanku untuk membayar semuanya."

Ia meraih kain, membungkus bayi tersebut, lalu menghela napas berat.

"Mulai hari ini, namamu Wu Yan. Dan sampai kau siap, dunia tidak boleh tahu siapa kau sebenarnya."

Kekaisaran Tianlong — Istana Hitam Berlambang Naga

Sementara itu, jauh di pusat Kekaisaran Tianlong, badai politik yang tidak terlihat sedang berkumpul.

Di sebuah ruangan gelap yang penuh lilin hitam, Kaisar Xuyu Wansyi duduk di singgasana rendah dari logam hitam pekat. Ruangan itu bukan aula utama istana—ini adalah ruang bawah tanah yang hanya ia dan pasukan elit hitam ketahui.

Di hadapan Wansyi berlutut tiga orang:

1. Jenderal Mo Ji, komandan Pasukan Naga Hitam, berkulit pucat dengan mata yang merah seperti bara.

2. Gu Yuan, ahli strategi istana yang dikenal sebagai "Peramal Sunyi."

3. Hei Qian, penindas ritual istana, pengendali roh-roh gelap.

Wansyi memandang mereka dengan senyum dingin.

"Lapor," katanya.

Mo Ji maju. "Seluruh operasi penarikan pasukan dari desa telah selesai, Yang Mulia."

"Berapa desa yang bersisa?"

"Tidak banyak… mungkin beberapa yang terlalu jauh atau terlalu terpencil untuk dijangkau."

Wansyi tersenyum miring.

"Tidak apa. Mereka tidak akan mempengaruhi rencana besar kita."

Gu Yuan mengangkat wajahnya perlahan. "Yang Mulia, penarikan total ini menimbulkan banyak tanda tanya di benua. Empat Kekaisaran lain sedang mengamati."

"Biarkan mereka mengamati," jawab Wansyi. "Saat mereka sibuk menjaga rakyat mereka, kita menjaga apa yang tidak mereka ketahui."

Ia berdiri, berjalan ke sebuah altar di belakangnya.

Altar itu penuh simbol kuno, dan di tengahnya terdapat sesuatu yang ditutupi kain hitam.

Wansyi mengangkat kain itu.

Tampak sebuah benda berbentuk segel bulat, bercahaya merah gelap, dengan pola naga melingkar memakan ekornya sendiri.

Hei Qian menunduk dalam ketakutan.

"Yang Mulia… segel itu… bukankah itu segel terlarang dari Era Raja-Roh?"

Wansyi tersenyum puas.

"Betul. Untuk pertama kalinya dalam seribu tahun, segel ini kembali ke dunia."

Ia membalik segel itu perlahan.

"Namun segel ini belum aktif. Kita membutuhkan… katalis."

Gu Yuan menelan ludah.

"Katalis berupa… jiwa tingkat tinggi?"

Wansyi menatapnya tajam.

"Tidak. Bukan hanya jiwa tingkat tinggi. Kita membutuhkan jiwa keturunan kuno."

Mo Ji mengernyit. "Keturunan kuno? Tapi bukankah keluarga itu telah—"

"Punaaaah…?" Wansyi memotong dengan tawa kecil.

Setelah beberapa saat, tawa itu mereda, dan suaranya menjadi dingin.

"Aku merasa… seseorang telah menyelamatkan seorang anak malam itu."

Gu Yuan terkejut.

"Anak?"

"Ya. Seseorang berani melawan perintahku. Dan anak itu… membawa garis darah kuno yang sangat kubutuhkan."

Mo Ji menunduk. "Kami akan mencari, Yang Mulia."

Wansyi mengangguk.

"Cari. Gunakan semua mata-mata. Bahkan bila bayi itu bersembunyi di desa terpencil, kalian akan menemukannya."

Ia menunjuk segel di tangannya.

"Kita akan membangunkan sesuatu yang bahkan Balai Pagoda Roh takutkan."

Balai Pagoda Roh — Pusat Keseimbangan Dunia

Di lantai tertinggi, Wa'imeng'er berdiri memandangi benua dari jendela besar yang terbuka ke empat arah. Rambut panjangnya berkibar pelan oleh angin roh. Wajahnya tenang, tetapi matanya… melihat lebih jauh dari orang biasa.

Ia memejamkan mata.

Dalam penglihatannya, bayangan darah Tianlong masih terasa.

"Xuyu Wansyi…" bisiknya. "Kau sedang bermain dengan sesuatu yang seharusnya tetap terkubur."

Suara langkah lembut terdengar.

Seseorang datang dari belakang dan membungkuk hormat.

"Pemimpin Pagoda, laporan dari seluruh benua telah terkumpul."

Wa'imeng'er mengangguk. "Bacakan."

Asisten itu membuka gulungan.

"Pertama, Akademi Roh Cahaya dari Kekaisaran Zhao Heng mengirimkan pesan mendesak. Ketua akademi mereka, Master Li Fong, menemukan perubahan aneh pada garis energi bumi di wilayah selatan."

Wa'imeng'er menatap jauh. "Li Fong tidak pernah salah membaca aliran roh. Catat sebagai ancaman tingkat tinggi."

"Baik."

"Berikutnya, dari Kekaisaran Liang Feng, Sekte Pedang Seribu Angin mengirim kabar bahwa salah satu Tetua mereka, Maha Pedang Yun Hei, melihat retakan ruang kecil di hutan barat. Ia mengatakan itu seperti 'celah dimensi kecil'."

Wa'imeng'er membuka mata lebar.

"Retakan ruang sudah muncul… itu terlalu cepat."

Asisten melanjutkan.

"Laporan ketiga dari Kekaisaran Dunyan. Panglima Agung mereka, Jenderal Qin Haoyang, melaporkan gelombang roh raksasa muncul di perbatasan timur, seperti bangunnya seekor monster roh besar di kedalaman tanah."

Wa'imeng'er menghela napas berat.

"Tanda kebangkitan sembilan monster roh kuno sudah mulai muncul."

Ia berjalan perlahan ke meja besar di tengah ruangan. Meja itu adalah peta benua lengkap yang digambar dengan formasi roh.

"Beritahu semua Ketua Akademi dan Pemimpin Sekte tingkat atas untuk bersiap. Dunia akan memasuki era baru."

Asisten ragu.

"Pemimpin… apakah kita perlu memanggil para jenius muda istimewa itu?"

Wa'imeng'er menatapnya.

"Ya. Kirim pesan kepada mereka.:

- Bai Shuren, jenius muda Akademi Roh Cahaya, pewaris tubuh Astral Cahaya.

- Lian Hu, ahli penjinak roh dari Sekte Hutan Seribu Makhluk.

- Jing Tao, jenius berpedang dari Sekte Seribu Angin.

- Ruo Lan, murid inti Pagoda yang memiliki bakat 'Penerjemah Roh'.

- Dan… si bocah dari Utara, Huo Zhen, yang tubuhnya menyimpan api kuno."

Ia menambahkan dengan suara rendah.

"Dunia butuh mereka."

Asisten mengangguk dalam-dalam.

Kembali ke Desa — Wu Yan dan Lao Chen

Di desa kecil itu, Lao Chen menyelimuti bayi Wu Yan dengan kain tipis. Meski bayi itu masih sangat kecil, ia tampak tidak seperti bayi biasa.

Ia jarang menangis.

Ia sering menatap sesuatu yang tidak terlihat orang lain.

Kadang bunga-bunga kecil di sekitar rumah mekar tiba-tiba saat ia tertawa.

Lao Chen tersenyum pahit.

"Garis keturunan kuno… bahkan sebagai bayi, energimu tidak bisa disembunyikan."

Ia duduk di kursi bambunya.

"Mungkin kau adalah harapan. Atau mungkin kau adalah pemicu bencana baru. Dunia belum menunjukkan jawabannya."

Namun jauh di dalam benaknya, ia tahu:

Kedatangan Wu Yan bukan kebetulan.

Ini adalah awal dari badai besar yang akan mengguncang seluruh benua.

Di istana bawah tanah Tianlong, Gu Yuan kembali melaporkan hasil penyelidikan. Raut wajahnya menunjukkan sesuatu yang tidak disukai para pemimpin.

"Yang Mulia," katanya perlahan, "kami telah mengikuti aliran sungai yang keluar dari desa-desa yang dihancurkan. Tetapi… setelah melewati tiga puluh mil, jejak itu hilang."

Wansyi menatapnya dengan mata tajam.

"Maksudmu hilang?"

Gu Yuan menelan ludah. "Benar, Yang Mulia. Sungai itu mengalir melintasi batas selatan… menuju wilayah barat laut Kekaisaran Zhao Heng. Kami tidak bisa mengirim pasukan terlalu dalam tanpa memicu perang."

Ruangan itu menjadi sunyi seperti liang kubur.

Wansyi memejamkan mata, dan untuk sesaat—hanya sesaat—ketidaksabaran tampak di wajahnya.

"Bayi itu… dibawa sungai sampai ke Zhao Heng?" gumamnya.

"Sepertinya begitu, Yang Mulia. Dan rakyat Zhao Heng… terkenal dengan kehati-hatian mereka. Bila seseorang menemukan bayi itu, mereka akan melindunginya."

Mo Ji maju, membungkuk.

"Beri saya waktu, Yang Mulia. Saya bisa menyusupkan pengintai Roh Hitam ke perbatasan. Kami tidak perlu melintasi batas secara resmi."

Namun Wansyi menggeleng.

"Tidak. Kekaisaran Zhao Heng memiliki Akademi Roh Cahaya, tempat berkumpulnya Master Li Fong. Bahkan roh bayangan tidak akan lolos dari mata ketiga Li Fong."

Ia perlahan membuka tirai di belakang singgasananya, memperlihatkan kegelapan pekat dengan garis-garis cahaya merah.

"Kita tidak boleh terburu-buru. Segel terlarang ini membutuhkan katalis… tapi katalis itu masih lemah. Bila ia dibawa ke Zhao Heng, maka ia akan tumbuh di sana."

Peramal Sunyi, Gu Yuan, memberanikan diri bertanya:

"Mereka mungkin akan menjadikannya bagian dari sistem akademi… atau bahkan melatihnya."

Wansyi tersenyum tipis.

"Itu tidak masalah. Karena semakin kuat dia tumbuh… semakin sempurna ia sebagai katalis."

Tatapannya membeku bagai es.

"Terus cari. Cari diam-diam. Aku tidak peduli berapa tahun pun dibutuhkan. Pada akhirnya… aku akan menariknya kembali ke tangan Tianlong."

Di lantai ke-81 Pagoda Roh, Wa'imeng'er merasakan getaran halus yang merayap di antara energi dunia.

Ia berdiri memandangi peta roh di meja besar. Simbol-simbol bercahaya muncul—titik merah kecil yang mewakili distorsi energi, titik kuning menandakan monster roh aktif, dan titik ungu menandakan anomali ruang.

Dalam dua minggu terakhir, jumlah titik-titik itu meningkat dua kali lipat.

"Tidak wajar," gumamnya.

Suara langkah ringan terdengar. Ruo Lan, murid inti Pagoda yang dikenal sebagai gadis dengan bakat Penerjemah Roh, datang dengan segulung laporan.

"Guru, laporan baru dari Kekaisaran Zhao Heng."

"Baca."

"Master Li Fong dari Akademi Roh Cahaya mengirim pesan. Salah satu muridnya yang mampu merasakan arus astral mendeteksi sesuatu yang janggal."

"Janggal?"

Ruo Lan mengangguk.

"Ia berkata bahwa beberapa minggu lalu… aliran roh kecil, sangat kecil, namun berbeda dari roh biasa… tiba-tiba muncul dari arah perbatasan Tianlong—dan menghilang masuk ke wilayah Zhao Heng."

Wa'imeng'er membuka mata.

"Sebuah garis darah kuno telah memasuki Zhao Heng."

Ruo Lan menatap gurunya dengan bingung.

"Garis darah… kuno?"

Wa'imeng'er tidak menjawab langsung. Ia berjalan ke jendela besar.

"Ruo Lan, simpan kata-kataku: ada seseorang yang ditakdirkan memainkan peran besar telah memasuki Zhao Heng. Mungkin ia hanya bayi, mungkin ia belum sadar siapa dirinya… tetapi takdir sudah berjalan."

Ruo Lan meraih gulungan lain.

"Guru, apa kita perlu mengirim pencari roh?"

"Belum. Kita hanya mengamati. Dunia bergerak. Kita harus menunggu titik pertemuan takdirnya."

Sementara itu, di berbagai penjuru benua, tokoh-tokoh besar mulai merasakan sesuatu.

Kekaisaran Zhao Heng — Akademi Roh Cahaya

Di aula utama, Master Li Fong berdiri di depan kristal besar. Cahaya lembut keluar dari permukaan kristal itu, membentuk garis-garis astral yang berputar.

Li Fong mengusap janggut putihnya. "Energi ini… sangat tua. Lebih tua dari semua murid dan tetua di akademi."

Asisten utamanya, Bai Shuren—jenius muda berambut perak dengan tubuh Astral Cahaya—menatap kristal itu.

"Guru… apakah itu tanda kebangkitan monster roh?"

Li Fong menggeleng.

"Tidak. Ini sesuatu yang berbeda. Seperti… kelahiran api kecil yang bisa menjadi matahari suatu hari nanti."

"Apakah kita perlu mengirim murid untuk menyelidiki?"

"Tidak perlu. Energi ini sudah berlalu. Yang perlu kita lakukan adalah menunggu."

Tatapannya mengeras.

"Benua ini akan segera beruberuba"

Kekaisaran Liang Feng — Sekte Pedang Seribu Angin

Di puncak tebing yang dipenuhi awan, Maha Pedang Yun Hei berlatih dengan pedang panjangnya. Setiap ayunan menciptakan hembusan angin tajam.

Seorang murid datang tergesa-gesa.

"Tetua Yun! Kami mendeteksi retakan ruang baru!"

Wajah Yun Hei mengerut.

"Retakan lagi? Itu retakan kelima dalam dua bulan. Ini tidak normal."

Ia menatap langit.

"Seseorang di dunia sedang bermain dengan hukum."

Kekaisaran Dunyan — Komando Timur

Panglima Agung Qin Haoyang berdiri di atas benteng besar, memandangi daratan luas.

"Monster roh tanah itu bergerak lagi?" tanyanya.

"Ada getaran, Panglima," jawab bawahannya. "Tanah di sekitar gunung timur seperti… berdenyut."

Qin Haoyang menghela napas.

"Seolah-olah sesuatu sedang bangun."

Beberapa bulan berlalu sejak Lao Chen menemukan Wu Yan. Ia menyadari sesuatu: meski ia menyembunyikan bayi itu dalam-dalam, ada roh-roh kecil yang kadang datang mengitari rumahnya.

Roh air kecil dari sungai.

Roh bunga dari hutan.

Roh angin yang berputar di jendela.

Semua seperti selalu ingin mendekati bayi itu.

Suatu malam, Lao Chen duduk di depan perapian, menatap bayi Wu Yan yang tertidur.

Ia bergumam pelan.

"Kalau begini… cepat atau lambat mereka akan menemukannya."

Matanya mengeras.

"Aku harus lebih hati-hati."

Ia memandang jauh ke arah perbatasan Tianlong—arah yang selalu gelap dan terasa berat.

"Wansyi tidak akan berhenti."

Namun ia menatap kembali ke Wu Yan.

"Sampai kau cukup kuat, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu."

Ia memejamkan mata, memanggil kekuatan roh yang sudah lama tidak ia gunakan.

Energi samar keluar dari tubuh tuanya—bukan energi sembarangan, melainkan energi seseorang yang pernah berada pada puncak kekuatan.

"Sudah lama aku tidak membuka kembali tubuh astralku…"

Ia merapatkan tangan.

"Aku harus menjaga anak ini… apa pun harganya."

Sementara itu, di Tianlong, Wansyi mengeluarkan perintah baru kepada Mo Ji:

"Hentikan pencarian secara besar-besaran. Kita akan mencari dalam diam. Sementara itu… fokus pada persiapan ritual."

Mo Ji membungkuk. "Ritual Segel Naga?"

"Ya. Ritual itu akan membuka jalan bagi kedatangan kekuatan baru. Siapkan tiga altar di tiga tempat:

• Gunung Hitam,

• Lembah Serpentia,

• Dan Danau Darah."

"Siapa korban ritualnya, Yang Mulia?"

Wansyi tersenyum tipis.

"Para prajurit yang paling setia."

Gu Yuan menegang. "Yang Mulia… itu—"

"Diam. Mereka akan lebih berguna mati daripada hidup."

Ia berjalan meninggalkan ruangan.

"Dan sembunyikan semua ini dari dunia luar. Pagoda Roh tidak boleh tahu."

Balai Pagoda Roh

Wa'imeng'er membuka mata ketika pancaran cahaya merah kecil muncul di peta roh.

"Ini… energi darah dari Tianlong."

Ruo Lan masuk tergesa-gesa.

"Guru! Kami mendeteksi pelepasan energi terlarang dari tiga titik berbeda di Tianlong!"

Wa'imeng'er berdiri.

"Wansyi… apa yang sedang kau lakukan?"

Ia menatap jauh.

"Kirim utusan Pagoda ke empat kekaisaran. Dunia perlu tahu bahwa Tianlong menyembunyikan sesuatu."

Ruo Lan terkejut.

"Guru… itu berarti kekaisaran besar bisa menuduh Pagoda ikut campur dalam politik."

Wa'imeng'er tersenyum tipis.

"Keseimbangan dunia lebih penting daripada harga diri para kaisar."

Ia memutar cincin roh di jarinya.

"Wansyi sedang mencari sesuatu. Dan aku tidak akan membiarkan dunia hancur hanya karena keserakahannya."

Musim berganti.

Bayi tumbuh menjadi anak kecil.

Wu Yan sekarang berusia hampir empat tahun. Ia berlari-lari di halaman kecil rumah Lao Chen, tertawa, mengejar kupu-kupu roh yang terbang di sekitar bunga.

Namun bahkan di usia empat tahun, ada hal aneh yang tidak dimiliki anak lain:

hewan selalu mendekatinya,bunga mekar ketika ia menyentuhnya,air sungai seolah mengalir lebih lembut saat ia bermain di pinggirannya.

Tetua desa berbisik-bisik.

"Anak itu… bukan anak biasa."

"Apakah dia membawa keberuntungan atau bencana?"

Lao Chen selalu diam. Tetapi setiap malam, ia mengesat keringat dingin.

"Cepat atau lambat," gumamnya, "kekuatanmu akan menarik perhatian."

Ia menghela napas.

Sungai telah membawanya ke Zhao Heng—tempat yang aman dari Tianlong… untuk sekarang.

Tetapi waktu tidak akan terus berpihak.

More Chapters