Cherreads

Chapter 3 - Chapter 3-Waktu yang Singkat

Delapan tahun telah berlalu sejak malam berdarah itu.

Di desa terpencil di perbatasan Kekaisaran Zhao Heng, Wu Yan tumbuh menjadi anak laki-laki yang lincah dan ceria. Matanya yang jernih memancarkan kecerdasan dan rasa ingin tahu yang besar. Rambutnya yang hitam legam selalu berantakan karena terlalu banyak bermain di alam terbuka.

Lao Chen merawatnya dengan penuh kasih sayang, mengajarinya membaca, menulis, dan memahami dunia di sekitarnya. Ia tidak pernah menceritakan tentang masa lalu Wu Yan, atau tentang kekejaman yang terjadi di Kekaisaran Tianlong. Ia hanya ingin Wu Yan tumbuh bahagia dan sehat.

Namun, Wu Yan bukanlah anak biasa. Sejak kecil, ia memiliki hubungan yang istimewa dengan alam. Bunga-bunga mekar lebih cerah saat ia mendekat, hewan-hewan liar tidak takut padanya, dan air sungai seolah mengalir lebih lembut saat ia bermain di pinggirannya.

Lao Chen tahu bahwa cepat atau lambat, kekuatan Wu Yan akan menarik perhatian. Ia juga tahu bahwa Wansyi tidak akan pernah berhenti mencari anak itu.

Karena itulah, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berat.

Suatu malam, setelah Wu Yan tertidur, Lao Chen duduk di depan perapian. Wajahnya tampak lelah dan sedih. Ia menatap gelang giok di tangan Wu Yan, gelang yang ditinggalkan oleh ibunya.

"Sudah waktunya," gumamnya.

Keesokan harinya, Lao Chen mengajak Wu Yan berjalan-jalan ke hutan. Mereka berjalan jauh, sampai tiba di sebuah air terjun yang tersembunyi di antara pepohonan rindang.

Wu Yan sangat senang. Ia berlari-lari di sekitar air terjun, tertawa dan berteriak kegirangan.

Lao Chen hanya tersenyum. Ia tahu bahwa ini adalah saat terakhir mereka bersama.

Setelah Wu Yan lelah bermain, Lao Chen mengajaknya duduk di tepi sungai. Ia menatap Wu Yan dalam-dalam.

"Yan'er," katanya lembut, "ada sesuatu yang harus Ayah ceritakan padamu."

Wu Yan menatap Lao Chen dengan bingung.

"Tentang apa, Ayah?"

Lao Chen menarik napas dalam-dalam.

"Kau bukan anak biasa, Yan'er. Kau memiliki garis keturunan kuno yang sangat kuat."

Wu Yan mengerutkan kening.

"Garis keturunan kuno? Apa itu?"

Lao Chen tersenyum pahit.

"Itu adalah garis keturunan yang penuh dengan kekuatan dan tanggung jawab. Orang tuamu adalah orang-orang yang hebat, Yan'er. Mereka adalah pahlawan yang berjuang untuk melindungi dunia."

Wu Yan terkejut.

"Orang tuaku? Jadi, Ayah bukan ayah kandungku?"

Lao Chen menggeleng.

"Ayah memang bukan ayah kandungmu, Yan'er. Tapi Ayah menyayangimu seperti anak sendiri. Ayah akan selalu menjadi ayahmu."

Wu Yan memeluk Lao Chen erat-erat.

"Aku juga menyayangi Ayah, Ayah."

Lao Chen membalas pelukan Wu Yan.

"Ada alasan mengapa Ayah menceritakan semua ini padamu, Yan'er. Kau harus tahu tentang masa lalumu, dan tentang takdir yang menantimu."

Lao Chen menceritakan kepada Wu Yan tentang Kekaisaran Tianlong, tentang Kaisar Xuyu Wansyi yang kejam, dan tentang malam berdarah yang telah merenggut nyawa orang tuanya. Ia juga menceritakan tentang altar terlarang yang ingin dibuka oleh Wansyi, dan tentang lima jenius yang diperintahkan oleh Wa'imeng'er untuk menghentikannya.

"Lima jenius itu berhasil menggagalkan rencana Wansyi, Yan'er. Mereka menghentikan ritual dan membuat Tianlong kembali tunduk ke Spirit Pagoda Hall. Tapi dalam pertempuran itu, salah satu jenius tewas."

Wu Yan menatap Lao Chen dengan mata berkaca-kaca.

"Siapa yang tewas, Ayah?"

Lao Chen menunduk.

"Yang tewas adalah anak kandung Ayah sendiri, Yan'er. Ia adalah kakakmu."

Wu Yan terkejut. Ia tidak tahu bahwa Lao Chen memiliki anak lain.

"Ayah... Ayah pasti sangat sedih."

Lao Chen mengangguk.

"Ayah sangat sedih, Yan'er. Tapi Ayah tahu bahwa ia meninggal untuk tujuan yang mulia. Ia meninggal untuk melindungi dunia."

Lao Chen melanjutkan ceritanya. Ia menceritakan tentang Wa'imeng'er, Pemimpin Agung Balai Pagoda Roh, dan tentang perannya dalam menjaga keseimbangan dunia. Ia juga menceritakan tentang para jenius muda yang akan menjadi harapan dunia di masa depan.

"Dunia ini penuh dengan keajaiban dan bahaya, Yan'er. Kau harus kuat untuk menghadapinya. Kau harus belajar untuk mengendalikan kekuatanmu, dan untuk menggunakan kekuatanmu untuk kebaikan."

Wu Yan mendengarkan dengan seksama. Ia tahu bahwa hidupnya akan berubah setelah ini.

"Ayah," katanya, "apa yang harus kulakukan?"

Lao Chen tersenyum.

"Jadilah sekuat mungkin, Yan'er. Jadilah orang yang baik dan jujur. Maka dunia akan memberitahumu segalanya."

Lao Chen berdiri.

"Sudah waktunya bagi Ayah untuk pergi, Yan'er."

Wu Yan terkejut.

"Pergi? Ayah mau ke mana?"

Lao Chen tidak menjawab. Ia hanya memeluk Wu Yan erat-erat.

"Ayah harus melakukan sesuatu yang penting, Yan'er. Ayah harus melindungi dunia."

Lao Chen melepaskan pelukannya. Ia menatap Wu Yan sekali lagi, lalu berbalik dan berjalan pergi.

Wu Yan terpaku di tempatnya. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa menyaksikan Lao Chen pergi, semakin jauh dan semakin jauh.

Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia ingin mengejar Lao Chen, tetapi kakinya terasa berat.

"Ayah!" teriaknya. "Jangan pergi!"

Lao Chen tidak berhenti. Ia terus berjalan, sampai menghilang di antara pepohonan.

Wu Yan jatuh berlutut. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia merasa seperti kehilangan segalanya.

"Ayah!" teriaknya lagi. "Ayah akan selalu menjadi ayahku!"

Suaranya menggema di hutan.

Setelah beberapa saat, Wu Yan berhenti menangis. Ia menghapus air matanya dan berdiri.

Ia tahu bahwa Lao Chen tidak akan kembali. Ia juga tahu bahwa ia harus kuat.

Ia menatap ke arah matahari terbenam.

"Aku akan menjadi kuat," katanya pada dirinya sendiri. "Aku akan menjadi sekuat mungkin. Maka dunia akan memberitahuku segalanya."

Ia berbalik dan berjalan kembali ke desa. Ia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai.

Beberapa hari kemudian…

Wu Yan meninggalkan desa. Ia membawa sedikit perbekalan dan sebuah pedang kayu yang dibuatkan oleh Lao Chen.

Ia berjalan menuju dunia luar. Ia tidak tahu ke mana ia akan pergi, atau apa yang akan terjadi padanya.

Tapi ia tahu satu hal: ia tidak akan menyerah. Ia akan menjadi kuat, dan ia akan menemukan takdirnya.

Saat ia berjalan, ia melihat ke belakang. Ia melihat desa kecil itu, tempat ia menghabiskan delapan tahun yang bahagia bersama Lao Chen.

Ia tersenyum.

"Terima kasih, Ayah," bisiknya. "Aku tidak akan mengecewakanmu."

Ia berbalik lagi dan terus berjalan.

Perjalanannya baru saja dimulai.

Di tempat lain…

Lao Chen berdiri di atas gunung yang tinggi. Ia menatap ke arah desa tempat Wu Yan tinggal.

Ia tersenyum sedih.

"Semoga kau berhasil, Yan'er," bisiknya. "Semoga kau menemukan kebahagiaan dan kedamaian."

Ia berbalik dan menghilang di antara awan.

Ia memiliki tugas yang harus diselesaikan. Ia harus melindungi dunia dari ancaman yang lebih besar.

Dan ia tahu bahwa Wu Yan akan menjadi bagian dari perjuangan itu.

Di Balai Pagoda Roh…

Wa'imeng'er berdiri di depan jendela besar. Ia menatap ke arah desa tempat Wu Yan tinggal.

Ia tersenyum misterius.

"Takdir telah bergerak," gumamnya. "Anak itu telah memulai perjalanannya."

Ia berbalik dan berjalan pergi.

Ia memiliki rencana yang harus dijalankan. Ia harus mempersiapkan dunia untuk kedatangan era baru.

Dan ia tahu bahwa Wu Yan akan memainkan peran penting dalam era itu.

More Chapters