Cherreads

Chapter 6 - ch 6: Bayangan yang memanggil

Suasana ruang inti akademi terasa lebih berat daripada sebelumnya. Energi biru di udara melingkar seperti kabut hidup, dan setiap napas terasa seperti menarik dinginnya logam kuno ke dalam paru-paru.

Kael dan Ariane berdiri berhadapan dengan siluet gelap—Genesis—yang kini membentuk tubuh manusia setengah utuh. Bayangan-bayangan di sekitarnya bergerak seperti asap yang tak bisa mati.

Genesis menundukkan kepala sedikit, seolah mengamati Kael dari balik tirai gelapnya.

"Darah Valtherion… akhirnya datang kembali ke tempatnya."

Kael mengepalkan gauntletnya.

"Aku tidak tahu apa yang kau inginkan, tapi aku tidak akan mundur."

Genesis tidak menjawab. Bayangan di sekelilingnya menggeliat, berubah menjadi wujud humanoid dengan tubuh retak seperti kaca hitam. Mereka maju serentak.

Ariane mengangkat staf. "Kael, hati-hati!"

Kael menyerbu maju.

Gerakannya rendah—alami—tanpa jeda. Tubuhnya condong sedikit ke depan, langkahnya cepat namun stabil. Ketika bayangan pertama mendekat, Kael memutar pinggang, menggeser satu kaki ke samping, lalu menghantamkan telapak tangannya ke dada makhluk itu.

Dorongan pendek.Cepat.Padat

Kontak itu melepaskan getaran biru yang menghancurkan tubuh bayangan dalam sekejap.

Ariane sempat terbelalak.

"Gerakan itu…"

Kael tidak menjawab. Dua bayangan lain muncul dari samping. Ia berbalik cepat, menyapu kaki salah satu dari mereka dengan gerakan rendah yang membuat makhluk itu kehilangan keseimbangan. Saat makhluk itu jatuh, Kael menurunkan sikunya dalam hantaman tajam, memecah kepala bayangan menjadi partikel cahaya.

Bayangan terakhir mengayunkan tangan mirip bilah.

Kael menahan serangan dengan lengan kirinya—gauntlet menyala—lalu mendorong maju menggunakan berat tubuhnya. Benturan itu membuat makhluk tersebut terdorong mundur sebelum Ariane menghabisinya dengan semburan api perak.

Ariane bersandar di dinding, terengah.

"Kau… kapan belajar gerak secepat itu?"

Kael menatap telapak tangannya yang masih bergetar. "Aku tidak belajar. Tubuhku bergerak sendiri."

Denyut energi dari lantai menggema sekali lagi. Genesis melangkah maju, kini jelas sepenuhnya seperti manusia yang terbuat dari bayangan cair.

"Gerakan itu… warisan yang kau lupakan," katanya.

"Dan kau akan membutuhkannya."

Kael menegakkan tubuh.

"Buat apa?"

Genesis mengangkat tangan. Ruangan langsung berubah. Cahaya biru memudar, diganti gelombang hitam yang naik dari celah lantai. Bayangan itu membentuk pusaran besar yang mengurung mereka dalam lingkaran energi gelap.

"Karena dunia di atas akan segera runtuh."

Bayangan-bayangan yang lebih besar muncul dari pusaran. Bahu mereka lebar, tubuhnya terdistorsi, dan aura gelap menekan dada Kael seperti beban raksasa.

Ariane menelan ludah.

"Kael… makhluk ini bukan rekaman jiwa. Ini entitas sungguhan."

Kael mengambil posisi. Langkah kuda-kuda rendah—gerakan yang tercetak dalam darahnya, bukan pelatihan akademi.

Genesis menunjuk Kael.

"Tunjukkan apakah darahmu masih pantas membawa nama Valtherion."

Makhluk besar itu menyerang.

Kael melompat ke depan. Ia memutar tubuh, menekuk siku, dan menghantam tengkuk makhluk itu dengan kecepatan pendek dan berat. Makhluk itu mendengus tanpa mulut, tapi masih bertahan.

Kael menekan langkah ke lantai, menyalurkan tenaga dari bawah ke atas. Ia mendorong makhluk itu dengan pukulan murni tenaga badan, memaksa gelombang energi biru meledak dari gauntletnya.

Makhluk itu terpental… lalu pecah.

Ariane berseru.

"Itu bukan sihir… itu teknik fisik. Tapi energinya mengikuti gerakan tubuhmu!"

Kael sendiri terkejut. Tubuhnya terasa seperti diarahkan oleh sesuatu—seperti ada ingatan yang bukan miliknya mengarahkan gerakan berikutnya.

Dari kejauhan, Genesis bergumam,

"Begitulah cara Eldran bertarung. Kakek moyangmu."

Kael membeku.

Ariane menatap Kael. "Valtherion… punya teknik bertarung sendiri?"

Genesis mengangkat tangan, dan ruangan bergetar keras.

"Dan kau belum melihat apa pun."

Tiba-tiba pusaran bayangan itu runtuh, menelan lantai bersama Kael dan Ariane. Mereka jatuh ke kedalaman gelap yang seakan tidak memiliki dasar.

Saat tubuh Kael tenggelam dalam gelap, ia mendengar suara itu lagi—suara yang menembus darah, tulang, sampai jantung:

"Kael… sudah waktunya kau bangun."

More Chapters