Cherreads

Chapter 7 - ch 7: Jejak darah valtherion

Angin malam menyelinap masuk melalui celah pipa energi kuno, membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Di titik terdalam ruang bawah tanah Valtherion, lingkaran rune biru masih bersinar tipis, seperti napas terakhir lilin yang hampir padam.

Namun di depan kristal itu—berdiri seseorang.

Pemuda itu menatap pusaran cahaya biru yang berdenyut lemah, rambutnya bergoyang pelan saat angin bawah tanah melintas. Matanya… tajam, tapi berisi sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

"Aku kembali."

Ia menyentuh permukaan kristal. Hangat—seperti kulit manusia.

Dan saat kulitnya menempel, kilatan cahaya menyambar masuk ke tubuhnya.

Jiwanya terhuyung mundur.

Sejenak ia seperti tidak berada di ruang itu. Dunia di sekitarnya berubah menjadi lautan bintang. Garis-garis biru membentuk bayangan raksasa Valtherion masa lampau, sebuah sosok berjubah panjang berdiri di tengahnya.

Eldran Valtherion.

Kakeknya.

Bukan tubuh, bukan orang—hanya gema jiwa, tapi tatapannya sangat nyata,

Terlalu nyata.

"Kau melangkah jauh dari jalur yang kutetapkan"

suara itu bergema, penuh kesedihan.

"Namun kau tetap memilih jalan kembali."

Pemuda itu mengepalkan tangan.

"Aku bukan kau. Dan aku tidak ingin jadi bayanganmu."

Eldran tersenyum samar, seperti seseorang yang sudah mendengar jawaban itu sejak seribu tahun lalu.

"Justru karena itu… kaulah pewaris Valtherion."

Cahaya meledak. Ruang berubah kembali. Tubuh pemuda itu jatuh terduduk, napasnya tersengal seolah baru ditarik paksa dari mimpi yang terlalu berat.

Namun ia tidak sendirian.

Langkah kaki terdengar dari lorong gelap di belakangnya.

Dentuman logam. Nafas berat.

Suara berat seperti seseorang menggeretakan giginya.

"Jadi ini… ruang terlarang itu."

Dari balik kegelapan, muncullah seorang pria berjas hitam panjang, emblem Valtherion Authority terpasang di dadanya. Sorot matanya dingin, seolah memandang sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk ia musnahkan.

"Pewaris Valtherion," katanya datar."Kau tidak seharusnya bangun."

Pemuda itu bangkit, pandangannya mengeras.

"Aku tidak berniat menyerah."

Pria itu mengangkat tangan. Ujung jarinya menyala biru—sebuah perangkat kompresi energi mulai terbentuk.

"Jangan melawan," ucapnya. "Ini demi kestabilan kota."

"Stabilitas macam apa,"

pemuda itu meludah kecil.

"kalau harus membunuh sejarahnya sendiri?"

Pria berkot itu menghilang—bukan teleportasi, tapi gerakan cepat dengan teknologi augmentasi otot. Dalam sekejap ia sudah berada tepat di hadapan pemuda itu.

Tinju logamnya melesat.

Wush!

Pemuda itu menahan pukulan itu dengan teknik yang sangat kontras dengan teknologi kota—gerakan sederhana tapi efisien dari silat Indonesia.

Bahu sedikit miring.

Telapak tangan menangkis ke samping.

Langkah pendek maju—irama silat langkah harimau.

Tubuh pria itu goyah.

Pemuda itu memanfaatkan celah itu, telapak tangannya menempel ke dada lawan.

Dorongan.

Bukan pukulan—tapi dorong tenaga dalam.

Pria itu terpental tiga meter, menghantam pipa energi hingga logamnya bergetar keras.

Ia terhuyung, matanya melebar.

"Kau… manusia?"

Nada suaranya terkejut—ketakutan.

Pemuda itu mengatur napas. "Valtherion tidak pernah membutuhkan kesempurnaan. Hanya keberanian."

Pria itu berdiri lagi, kali ini lebih berhati-hati. Cahaya biru di lengan mekanisnya berkedip liar.

Di saat yang sama, seluruh rune di ruangan itu menyala.

Aura kristal berubah menjadi pusaran cahaya besar, seakan membangunkan sesuatu yang jauh lebih tua dari mereka berdua.

Dan sebuah suara menggema dari inti kristal:

"Pewaris… ujianmu dimulai sekarang."

Tanah bergetar. Mesin kuno bangun.

Sebuah bayangan besar mulai membentuk di tengah cahaya.

Pemuda itu terpaku.

Pria berjas hitam menegang, langkahnya mundur perlahan.

Sesuatu… keluar dari dalam kristal.

Dan ketika cahaya itu akhirnya mereda—

mata pemuda itu membesar.

"…Kakek?"

Tapi sosok itu… bukan Eldran lagi.

Ia adalah sesuatu yang baru.

Sesuatu yang diciptakan Valtherion ribuan tahun lalu untuk satu tujuan:

Mengukur apakah pewarisnya layak hidup.

Dan ujian itu—baru saja dimulai.

More Chapters